By Fera Marleni
SEMUA AKAN BAIK-BAIK SAJA:Belajar Menerima Keadaan dan Berhenti Overthinking)
Kepadamu diriku: Cukup Sudah Pikiran Liar Itu!
Apa kabarmu. Cukup lama aku melihat kau sibuk dengan keseharianmu. Kesibukanmu membuat kau lupa tentang waktu kita bersama. Sudah lama sejak terakhir kita bicara tentang kita. Sudah lama sejak terakhir kita menangis dan menertawakan kebodohan kita. Terlalu lama. Aku sebenarnya memutuskan menunggu. Menunggu kau datang ke ruang hati tempat kita biasa bercerita. Namun, melihat kau saat ini, membuatku harus menuliskan ini untukmu.
Mari kita bicara sebentar, bicara serius. Aku melihatmu lagi dan lagi, duduk di sana, tapi matamu kosong. Ragamu di sini, tapi hati dan pikiranmu melanglang buana. Jauh sekali, entah kembali ke masa lalu atau sibuk membangun skenario “bencana” masa depan di depan sana. Itu pasti melelahkanmu.
Jawab dengan jujur. Sudah berapa banyak hari yang kita habiskan hanya untuk berpikir berlebihan? Overthinking! Ya, kita berpikir berlebihan! Kita menyebutnya menganalisis, mencari solusi, atau mempersiapkan diri. Padahal yang kita lakukan cuma melatih diri kita sendiri untuk panik.
Kau tahu, Overthinking itu pembunuh yang beratitude. Dia tidak datang dengan berteriak. Tapi, datang dengan bisikan-bisikan lembut yang intens. Bisikan lembut yang meniupkan kekawatiran tentang:“Bagaimana jika nanti begini?", "Kenapa dulu kamu bilang begitu?", " Mereka pasti membencimu sekarang!”. Begitu banyak bisikan yang lembut tapi mematikan. Dan kita pun lelah.
Aku harus mengingatkanmu. Kelelahan jiwa, pegal di bahu atau sakit di kepala, itu bukan karena tubuh kita sakit. Bukan pula karena kita habis angkat beban. Yah, walau untuk angkat beban ini tidak sepenuhnya salah. Karena memang tanpa sadar kita habis angkat beban. Beban pikiran- pikiran yang tidak perlu.
Kita perlahan-lahan meracuni diri kita sendiri. Membuang-buang energi. Energi yang seharusnya digunakan untuk menikmati secangkir kopi hangat, membaca buku, atau sekadar tertawa. Habis terpakai untuk menghidupkan drama yang bahkan belum tayang.
“Lepaskan Genggaman Itu, Kau Tak Bisa Mengendalikan Segalanya!”
Kamu tahu, kita punya masalah besar? Kita ingin menjadi dalang dari segala hal. Kita mau mengatur hasil, mengatur perasaan orang, dan bahkan mengatur ingatan orang lain.
Tapi lihatlah sekeliling! Tidak semua hal bisa kita kendalikan! Kita tidak bisa mengatur matahari terbit, kita tidak bisa menghentikan hujan. Lalu, kenapa mati-matian mencoba mengatur hal yang paling abstrak dan paling tidak mungkin dikendalikan! Perasaan orang lain terhadap kita? Bukankah itu sama dengan menggarami lautan? Pekerjaan sia-sia dan mustahil.
Ingat ini baik-baik," Kita sudah berusaha menjadi versi terbaik diri kita. Kita sudah berperilaku sesuai norma, kita tidak berniat jahat, dan kita sudah memastikan tidak menyakiti siapa pun". Itu sudah cukup!
Kalau ada yang tidak suka, biarkan. Rasa suka atau tidak suka adalah bagian perjalanan dan pengalaman hidup mereka. Sama sekali bukan cerminan dari kegagalan kita. Sikap buruk yang mereka tunjukkan? Itu seringkali bukan tentang diri kita tapi tentang badai di dalam diri mereka. Kita tidak perlu memikul beban itu. Lepaskan!
Dunia ini luas, dan kebanyakan isinya tidak bisa kita ubah. Jadi, daripada kita menghabiskan energi untuk hal-hal yang tidak bisa kita kontrol (seperti hasil undian, kebijakan negara, atau mood atasan), mari fokuskan seluruh daya kita pada lingkaran yang bisa kita kendalikan.
Fokus pada:
• Tindakan kita hari ini.
• Kata-kata yang kita pilih.
• Reaksi kita terhadap masalah.
• Kesehatan tubuh kita.
Hanya di situ letak kekuatan sejati kita. Hal yang bisa kita kontrol. Hal di mana usaha kita akan menghasilkan perubahan.
Jangan lagi biarkan pikiran kita menjadi tempat yang menakutkan. Penuh monster dan hantu masa lalu yang masih bergentayangan. Ubahlah ia menjadi rumah yang tenang. Rumah tempat kita bisa beristirahat dan merancang langkah kecil yang bisa kita ambil sekarang.
Dengan begitu, kita akan hidup lebih damai, lebih seimbang, dan jauh lebih bahagia.
Kita harus sadar, tidak semua badai harus kita lawan. Kadang, cukup membiarkannya berlalu, sambil memegang erat kemudi kapal yang kita nahkodai. Atau hey, kenapa tidak mencoba menari saja bersama badai?
Sudah ya. Sekarang tarik napas, tersenyumlah, dan fokus pada hal kecil yang bisa kita syukuri dan kerjakan hari ini. Aku tahu kamu kuat, tapi beban dunia ini bukan tanggung jawabmu kan?
Latest News
Jebakan Zona Nyaman: Mengapa Kita Harus Rela Kembali Menjadi Ikan Kecil.
Setiap perjalanan hidup, akan membawa kita ke sebuah titik yang terasa seperti puncak. Kita berh...
Self-compassion: Kenapa Luka dan Kesedihan adalah Bukti Kekuatan Sejati
Kepada hati yang sedang lelah dan jiwa yang tengah berjuang.
Aku tahu, ada desakan d...
Seni Menyembuhkan Luka Pengkhianatan Sendiri: 3 Fase Menuju Kekuatan Batin.
Aktifitas harian dan interaksi sosial kadang tanpa sengaja menyebabkan luka. Entah karena ketidak...
Pondasi Tak Terlihat: Mengapa Proses Sakit Itu Perlu untuk Impian Besar
Surat untuk Diri di Titik Terendah
Apakabar, diriku. Mari duduk dan bicara lepas tentang ki...
MEMILIH DIRI SENDIRI: Self Love Bukan Egois
Ode untuk yang pergi dalam keheningan
Pernahkah kau menyaksikan, seseorang p...
JIKA LELAH, ISTIRAHATLAH:Pentingnya Istirahat Mental
Pesan dari Jiwa yang Pernah Terluka
Hai kau yang berjalan terseok. Ber...
GODAAN MALAS: Malas Positif Malas yang Sehat
Sering kali, kita tergoda oleh rayuan lembut ranjang empuk di pagi hari. Atau, d...
SEMUA AKAN BAIK-BAIK SAJA:Belajar Menerima Keadaan dan Berhenti Overthinking)
Kepadamu diriku: Cukup Sudah Pikiran Liar Itu!
Apa kabarmu. Cukup...
TUJUAN ITU PERLU: Arah Hidup Jelas
Dalam keseharian kamu, pernahkah tiba-tiba kamu berhenti sejenak, menatap ke depan, dan ber...
HIDUP TAK PERNAH MUDAH: Kekuatan di Tengah Kesulitan
Film-film sering kali menutup ceritanya dengan adegan happy ending yang indah —masalah sel...
PILIH MINDSETMU: Kekuatan Pola Pikir
Hai, guys! Pernah denger istilah mindset ga? Istilah yang mungkin kedenga...