By Fera Marleni
Self-compassion: Kenapa Luka dan Kesedihan adalah Bukti Kekuatan Sejati
Kepada hati yang sedang lelah dan jiwa yang tengah berjuang.
Aku tahu, ada desakan dalam dirimu. Teriakan yang menuntut, “Cepatlah pulih! Kamu harus segera baik-baik saja! Jangan cengeng, ini cuma masalah kecil! Banyak yang lebih terluka, tapi mereka bisa bangkit!”. Dan ribuan kalimat tuntutan yang terus bergema di kepalamu.
Kamu tahu, kita hidup dalam dunia penuh ilusi menyesatkan. Ilusi yang menyatakan bahwa kekuatan berarti ketidakmampuan untuk merasakan sakit. Kedewasaan berarti selalu menampilkan wajah yang cerah. Kita dipaksa percaya bahwa untuk menjadi utuh, kita harus menghapus semua jejak kesedihan, kekecewaan, dan kerentanan.
Izinkan aku untuk menolak semua tuntutan dan ilusi kejam itu. Keutuhan bukan berarti tidak ada celah. Sebaliknya keutuhan adalah kemampuan untuk menampung semua pengalaman batinmu. Pengalaman yang indah, getir, membingungkan, atau menakutkan tanpa pilih-pilih. Keutuhan adalah mengakui dirimu sebagai satu kesatuan yang berharga.
Pelukan untuk Kesedihan dan Kekecewaan
Dengarkan baik-baik: Tidak ada yang salah dengan rasa sedih dan kecewa. Itu manusiawi. Jika sedih karena kehilangan, berarti kamu pernah mencintai sesuatu, seseorang, impian, atau harapan. Jika kecewa, berarti kamu memiliki standar, visi masa depan, dan kamu peduli dengan hasilnya.
Kesedihan dan kekecewaan bukan kegagalan karakter. Mereka adalah respon jujur jiwa terhadap realitas yang tidak sesuai dengan harapan. Mereka adalah pengingat yang mengajakmu berhenti, menarik napas, dan merawat bagian dirimu yang terluka lebih dahulu. Jadi mengapa harus buru-buru menyingkirkannya?
Memberi ruang bagi perasaan-perasaan ini, tanpa menghakimi, adalah tindakan self-compassion yang paling dasar dan menguatkanmu. Ketika kamu berkata, "Aku merasakan kepedihan ini, dan aku menerimanya," saat itulah kamu melepaskan energi yang sebelumnya terpakai untuk berpura-pura. Energi itu kini bisa digunakan untuk menyembuhkan.
Sudut Pandang dan Proses Pengasahan Diri
Semua ini tentang bagaimana kita memandang. Kita sering memandang retakan sebagai bukti kehancuran. Jika sudut pandang kita geser, kita akan melihat retakan itu memberi celah bagi cahaya untuk menerangi hati.
Seperti wadah yang dibuat dari tanah liat. Untuk menjadi wadah yang berguna dan indah, ia harus dibakar. Penyiksaan yang tidak terperikan. Tetapi tanpa proses itu, wadah akan tetap rapuh dan mudah hancur. Ia akan menjadi kuat dan mampu menampung air kehidupan justru setelah melewati pembakaran yang kejam.
Demikian pula dirimu. Pukulan, kekecewaan, dan air mata adalah api yang membakar dan mengeraskan jiwamu. Setiap kali kamu memilih untuk menerima rasa sakit, berarti kamu sedang membangun pondasi ketahanan yang tak bisa dihancurkan.
Berlian dan Kemuliaan yang Ditemukan dalam Kerusakan
Berlian yang menjadi simbol kemuliaan, kekuatan, ketahanan, cinta abadi, kemurnian, dan kekayaan, awalnya adalah karbon biasa. Ia mengalami tekanan geologis yang memecah strukturnya. Setelah itu, lapidaris sengaja merusaknya, memotong dan mengasahnya. Sudut-sudut baru tercipta dari proses kerusakan itu. Sudut-sudut itu yang memungkinkan berlian menangkap cahaya dan memancarkannya kembali dengan gemilang. Ia justru tampil sempurna dalam ketidaksempurnaannya. Dalam kilaunya, berlian seolah berkata, "Kamu tidak harus utuh, sempurna dan tanpa cacat untuk menjadi baik-baik saja."
Keberanianmu tidak terletak pada penampilanmu yang mulus, melainkan pada kemampuanmu untuk mengakui, “Ya, aku memiliki retakan, aku memiliki luka, tetapi melalui retakan inilah, aku belajar bagaimana cahaya masuk. Melalui luka inilah, aku tahu di mana aku paling kuat.”
Terimalah dirimu, dengan segala ketidaksempurnaan dan perasaan yang campur aduk. Itulah kamu, manusia dengan tawa, airmata, harapan, derita, dan bahagia. Di tengah semua itu, ketahuilah, kamu adalah karya seni yang sedang dibentuk. Proses itu sedang berjalan. Pulihlah dengan kecepatanmu sendiri, dan biarkan kebaikan hatimu menyertaimu di setiap langkah yang tidak baik-baik saja.
Latest News
Jebakan Zona Nyaman: Mengapa Kita Harus Rela Kembali Menjadi Ikan Kecil.
Setiap perjalanan hidup, akan membawa kita ke sebuah titik yang terasa seperti puncak. Kita berh...
Self-compassion: Kenapa Luka dan Kesedihan adalah Bukti Kekuatan Sejati
Kepada hati yang sedang lelah dan jiwa yang tengah berjuang.
Aku tahu, ada desakan d...
Seni Menyembuhkan Luka Pengkhianatan Sendiri: 3 Fase Menuju Kekuatan Batin.
Aktifitas harian dan interaksi sosial kadang tanpa sengaja menyebabkan luka. Entah karena ketidak...
Pondasi Tak Terlihat: Mengapa Proses Sakit Itu Perlu untuk Impian Besar
Surat untuk Diri di Titik Terendah
Apakabar, diriku. Mari duduk dan bicara lepas tentang ki...
MEMILIH DIRI SENDIRI: Self Love Bukan Egois
Ode untuk yang pergi dalam keheningan
Pernahkah kau menyaksikan, seseorang p...
JIKA LELAH, ISTIRAHATLAH:Pentingnya Istirahat Mental
Pesan dari Jiwa yang Pernah Terluka
Hai kau yang berjalan terseok. Ber...
GODAAN MALAS: Malas Positif Malas yang Sehat
Sering kali, kita tergoda oleh rayuan lembut ranjang empuk di pagi hari. Atau, d...
SEMUA AKAN BAIK-BAIK SAJA:Belajar Menerima Keadaan dan Berhenti Overthinking)
Kepadamu diriku: Cukup Sudah Pikiran Liar Itu!
Apa kabarmu. Cukup...
TUJUAN ITU PERLU: Arah Hidup Jelas
Dalam keseharian kamu, pernahkah tiba-tiba kamu berhenti sejenak, menatap ke depan, dan ber...
HIDUP TAK PERNAH MUDAH: Kekuatan di Tengah Kesulitan
Film-film sering kali menutup ceritanya dengan adegan happy ending yang indah —masalah sel...
PILIH MINDSETMU: Kekuatan Pola Pikir
Hai, guys! Pernah denger istilah mindset ga? Istilah yang mungkin kedenga...