By Fera Marleni
Jebakan Zona Nyaman: Mengapa Kita Harus Rela Kembali Menjadi Ikan Kecil.
Setiap perjalanan hidup, akan membawa kita ke sebuah titik yang terasa seperti puncak. Kita berhasil menguasai keterampilan tertentu, menuntaskan proyek besar, atau mencapai posisi yang diidamkan banyak orang. Di titik itu, kita menjadi sosok yang paling dicari, paling dihormati, atau paling berpengetahuan. Ini adalah saat di mana kita merasa seperti "ikan besar di kolam kecil".
Perasaan ini, bukan tujuan akhir tapi jeda menuju tantangan berikutnya. Jadi nikmatilah sejenak tapi jangan terlalu lama. Mengapa demikian? Karena sesungguhnya perasaan itu bisa berubah menjadi selimut yang menidurkan potensi kita.
Jebakan Kenyamanan yang Menyenangkan
Coba ingat-ingat lagi, kapan terakhir kali kita benar-benar bingung? Kapan terakhir kali harus begadang karena kepala penuh ide, memaksa kita membuka buku atau mencari mentor? Jika butuh waktu lama untuk menjawabnya, mungkin kolam kita sudah terlalu tenang.
Kolam yang terlalu tenang tidak lagi menghasilkan arus pembelajaran. Ia hanya membiarkan kita berputar-putar di jalur yang sudah kita kuasai. Ibarat ikan, tanpa perlu mengayunkan sirip lebih kuat atau beradaptasi dengan suhu air yang berbeda, ia tetap bisa berenang, autopilot. Perasaan, "Aku sudah tahu segalanya tentang ini" atau "Tidak ada lagi yang bisa diajarkan orang di sini kepadaku" adalah ilusi yang paling berbahaya bagi pertumbuhan. Itu adalah sinyal yang memberi peringatan pada kesadaran kita. Sinyal yang mengingatkan bahwa kita sudah merasa hebat di dalam lingkungan yang terbatas. Itu berarti kita sudah siap untuk melampaui batas tersebut dengan melompat ke kolam yang lebih luas. Keluar dari zona nyaman.
Pintu Menuju Samudra Luas
Keputusan untuk melangkah keluar dari zona nyaman, keluar dari kolam yang telah menjadi saksi kehebatan kita adalah tindakan kerendahan hati yang berani. Ini berarti kita dengan sadar memilih untuk kembali menjadi ikan kecil di samudra yang lebih besar dan tak terduga.
Di samudra luas, kita akan bertemu dengan "ikan-ikan besar" yang sesungguhnya. Kita akan bertemu dengan mereka yang memiliki pengalaman puluhan tahun lebih banyak, wawasan luas, dan keterampilan yang diasah oleh berbagai kegagalan dan kompetisi global. Mendadak kita akan merasa rendah dan bukan siapa-siapa. Ini terjadi karena kehadiran mereka menjadi cermin yang menunjukkan kita ternyata tidak sebesar yang kita kira.
Saat kita berhadapan dengan kehebatan yang lebih besar, segala pretensi akan luntur. Kita akan menyadari bahwa pencapaian di kolam kecil itu hanyalah sebutir kerikil bagi puncak gunung es di samudra ini. Kesadaran ini, jangan mematahkan semangat, justru jadikan energi menyalakan kembali hasrat untuk belajar.
Pembelajaran Tak Pernah Berhenti
Menerima kenyataan bahwa selalu ada yang lebih ahli, lebih cepat, atau lebih bijaksana adalah kunci untuk tidak pernah berhenti belajar. Kerendahan hati bukanlah kelemahan, melainkan pondasi untuk membangun pengetahuan yang berkelanjutan.
Ketika kita menjadi ikan kecil lagi, kita memiliki previlage untuk melakukan kesalahan, mengajukan pertanyaan bodoh (yang seringkali justru brilian), dan menjadi pengamat yang tekun. Kita beralih dari peran pemberi solusi menjadi penyerap ilmu. Ini adalah siklus yang harus terus berlanjut:
• Menguasai sebuah lingkungan (menjadi ikan besar).
• Merasakan sinyal (merasa nyaman dan kurang tertantang).
• Melangkah ke lingkungan yang lebih besar (kembali menjadi ikan kecil).
• Belajar dan tumbuh lagi.
Jadikanlah momen ketika Anda merasa superior sebagai pengingat bahwa Anda sudah siap untuk level berikutnya. Teruslah berenang ke tempat-tempat yang membuat Anda merasa kecil lagi, karena di situlah tempat di mana cakrawala pengetahuan Anda benar-benar akan meluas. Jangan biarkan kolam kecil membekukan aliran pertumbuhan Anda. Samudra menunggu. Teruslah berenang.
Latest News
Jebakan Zona Nyaman: Mengapa Kita Harus Rela Kembali Menjadi Ikan Kecil.
Setiap perjalanan hidup, akan membawa kita ke sebuah titik yang terasa seperti puncak. Kita berh...
Self-compassion: Kenapa Luka dan Kesedihan adalah Bukti Kekuatan Sejati
Kepada hati yang sedang lelah dan jiwa yang tengah berjuang.
Aku tahu, ada desakan d...
Seni Menyembuhkan Luka Pengkhianatan Sendiri: 3 Fase Menuju Kekuatan Batin.
Aktifitas harian dan interaksi sosial kadang tanpa sengaja menyebabkan luka. Entah karena ketidak...
Pondasi Tak Terlihat: Mengapa Proses Sakit Itu Perlu untuk Impian Besar
Surat untuk Diri di Titik Terendah
Apakabar, diriku. Mari duduk dan bicara lepas tentang ki...
MEMILIH DIRI SENDIRI: Self Love Bukan Egois
Ode untuk yang pergi dalam keheningan
Pernahkah kau menyaksikan, seseorang p...
JIKA LELAH, ISTIRAHATLAH:Pentingnya Istirahat Mental
Pesan dari Jiwa yang Pernah Terluka
Hai kau yang berjalan terseok. Ber...
GODAAN MALAS: Malas Positif Malas yang Sehat
Sering kali, kita tergoda oleh rayuan lembut ranjang empuk di pagi hari. Atau, d...
SEMUA AKAN BAIK-BAIK SAJA:Belajar Menerima Keadaan dan Berhenti Overthinking)
Kepadamu diriku: Cukup Sudah Pikiran Liar Itu!
Apa kabarmu. Cukup...
TUJUAN ITU PERLU: Arah Hidup Jelas
Dalam keseharian kamu, pernahkah tiba-tiba kamu berhenti sejenak, menatap ke depan, dan ber...
HIDUP TAK PERNAH MUDAH: Kekuatan di Tengah Kesulitan
Film-film sering kali menutup ceritanya dengan adegan happy ending yang indah —masalah sel...
PILIH MINDSETMU: Kekuatan Pola Pikir
Hai, guys! Pernah denger istilah mindset ga? Istilah yang mungkin kedenga...